content top

Jumat, 30 Juli 2010

Tukang Jahit


Cerpen Karya : Agus Noor


Tukang jahit itu selalu muncul setiap kali menjelang Lebaran. Seolah muncul begitu saja ke kota ini. Kata orang, ia tak hanya bisa menjahit pakaian. Ia juga bisa menjahit kebahagiaan. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. Jarum dan benang, yang konon, diberikan Nabi Khidir dalam mimpinya.
Ibu pernah bercerita, betapa dulu, setiap menjelang Lebaran, kota ini selalu didatangi banyak sekali tukang jahit. Kemunculan mereka selalu menjadi pemandangan yang menakjubkan, Nak. Ketika cahaya matahari pagi yang masih lembut kekuningan menyepuh perbukitan dan halimun perlahan-lahan menyingkap, kau bisa menyaksikan serombongan tukang jahit yang masing-masing memikul dua kotak kayu berbaris muncul dari balik lekuk bukit. Kanak-kanak akan berlarian senang menyambut kemunculan mereka, “Tukang jahit datang! Asyiik! Lebaran jadi datang!” Seakan-akan bila para tukang jahit itu tak muncul, maka Lebaran tidak jadi datang ke kota ini.
Di hari-hari menjelang Lebaran itulah, Nak, kota akan terlihat penuh tukang jahit yang berkeliling menawarkan menjahitkan pakaian. Mereka menggelar dasaran di trotoar, di pojokan jalan, di keteduhan pepohonan, di emper pertokoan. Mereka mengeluarkan mesin jahit lipat dari dalam kotak yang dibawanya; menata bundelan-bundelan benang, jarum dondom dan jarum pentul, gunting, silet, mangkuk-mangkuk berisi kancing warna-warni, meletakkannya di atas kotak kayu yang digunakan sebagai meja. Para penduduk antre menjahitkan pakaian dan hiruk dalam keramaian menyambut Lebaran. Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka kenakan.
Selalu menyenangkan memperhatikan tukang jahit itu bekerja, Nak. Seperti menyaksikan tukang sulap, yang mampu mengubah kain-kain warna-warni menjadi baju-baju indah dalam sekejap. Mereka duduk bersila menggerakkan engkol mesin jahit dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya lincah dan cepat mengarahkan pola potongan kain yang dijahit. Kau akan mendengar gema mesin jahit yang terus bergemeretak hingga larut malam. Serasa ada gema burung pelatuk di mana-mana. Karena para tukang jahit itu mesti menyelesaikan semua jahitan sebelum hari Lebaran. Dan di malam takbiran, para tukang jahit itu tampak bergegas keluar kota. Seperti kemunculannya yang entah dari mana, para tukang jahit itu pun menghilang entah ke mana. Begitulah, Nak, selalu, dari tahun ke tahun, para tukang jahit itu muncul setiap kali menjelang Lebaran dan menghilang di malam takbiran.
Tapi semakin lama kian menyusut tukang jahit yang muncul ke kota ini. Entahlah, Nak. Mungkin banyak dari tukang jahit itu yang mati. Mungkin juga mereka memilih berhenti jadi tukang jahit. Atau mereka tak mau lagi datang, karena makin lama makin banyak warga yang malas menjahitkan pakaian pada tukang jahit-tukang jahit itu. Sejak banyak toko fashion, factory outlet, butik dan pusat perbelanjaan di kota ini, orang-orang lebih suka membeli pakaian jadi. Tak ada lagi keriuhan suara mesin jahit di kota ini setiap menjelang lebaran. Zaman, barangkali, memang mengubah selera, Nak. Maka, para tukang jahit yang masih muncul pun lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan melinting dan mengisap tembakau. Mereka hanya duduk-duduk tanpa mengerjakan jahitan, memandangi orang-orang yang lalu lalang keluar masuk pusat perbelanjaan menenteng tas-tas belanjaan berisi pakaian. Mungkin para tukang jahit itu merasa betapa kota ini tak lagi membutuhkan mereka, lalu mereka memilih mendatangi kota-kota lain yang masih mau menerima kedatangannya. Entahlah, Nak. Yang jelas sudah sejak lama, setiap menjelang Lebaran, tak ada lagi pemandangan menakjubkan arak-arakan serombongan tukang jahit yang muncul di kota ini.
Tinggal tukang jahit itu, satu-satunya tukang jahit, yang masih muncul di kota ini. Ia seperti laskar terakhir prajurit yang terusir. Berjalan keliling kota menawarkan jahitan. Tapi ia lebih sering terlihat di sudut dekat gang kecil agak di pinggiran kota. Menisik dan menjahit. Perawakannya kurus, kulitnya seperti kulit mahoni yang menua, tak banyak bicara, dan wajahnya seperti rahasia yang tak mau dibuka. Memang tak banyak lagi orang yang mau menjahitkan pakaian padanya, Nak, tapi kau lihat, selalu saja ada orang yang datang padanya. Dan itu karena ia tak hanya pintar menjahit pakaian, tetapi juga kebahagiaan. Orang tak hanya menginginkan baju baru saat Lebaran, Nak. Tapi juga ingin bahagia di saat Lebaran. Bila ada orang sedih yang datang padanya, maka tukang jahit itu akan menjahit hati orang yang lagi sedih itu. Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali. Ia menjahitnya dengan rapi, halus, dan membuat orang-orang itu merasa tenteram.
Ibu pernah menggendongmu datang ke tukang jahit itu, Nak. Delapan Lebaran lampau. Kau masih empat tahun saat itu. Mungkin kau tak ingat. Saat itu Ayahmu baru meninggal, tiga bulan sebelum Lebaran. Ibu merasa kesepian dan sedih membayangkan Lebaran tanpa Ayahmu. Lalu diantar Pamanmu, Ibu mendatangi tukang jahit itu. Ia sempat mengelus rambutmu. Ia menjahit luka hati ibu, Nak. Di dada sebelah sini. Rabalah, begitu halus. Tak bertilas. Tak berbekas.
Lalu Ibu bercerita tentang jarum dan benang yang dimiliki tukang jahit itu. Kau tahu, Nak, Nabi Khidir muncul dalam mimpinya suatu kali. Memberi tukang jahit itu segulung benang dan jarum. Benang itu tipis dan bening, seperti senar, tetapi lebih lembut dan halus. Kau bisa melihatnya, tetapi tak bisa menyentuhnya. Benang yang tak akan habis bila dipakai untuk menjahit seluruh pakaian yang ada di dunia ini. Dan jarum itu, Nak, kadang tampak memancarkan cahaya lembut ketika dipegangi tukang jahit itu. Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali kebahagiaan orang-orang….
Begitulah, dari tahun ke tahun, selalu kulihat tukang jahit itu muncul di kota ini setiap kali menjelang lebaran. Cerita Ibu hanyalah salah satu cerita dari banyak cerita yang kudengar tentang tukang jahit itu. Ada yang mengatakan, ia sebenarnya tinggal di balik bukit itu. Tapi cerita lain membantahnya. Kisah tentang kampung para penjahit juga pernah aku dengar. Sebuah kampung, yang seluruh penghuninya adalah tukang jahit. Di kampung itulah ia tinggal. Namun sudah berpuluh tahun lalu kampung itu lenyap. Seluruh tukang jahit yang tinggal di kampung itu mati oleh wabah yang tak pernah diketahui apa. Hanya ia, tukang jahit itu, satu-satunya yang selamat. Itulah sebabnya, kini ia satu-satunya tukang jahit yang masih muncul ke kota ini. Yang lain bilang kalau ia memang sempat bertemu Nabi Khidir dan menjadi muridnya. Ia tinggal di sebalik cakrawala, di sebuah perbatasan antara hidup dan kematian. Ia tinggal di sana, sepanjang hari memintal benang kesabaran. Benang yang dipintal dari bulu-bulu sayap malaikat. Dengan benang itulah ia ditugaskan oleh Nabi Khidir untuk menjahit hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran.
Semua cerita itu sesungguhnya tak pernah menjelaskan tentang tukang jahit itu, malah makin menyelimutinya dengan misteri. Ia sendiri tak pernah mau bercerita tentang dirinya. Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara berkeliling memikul dua kotak kayu yang membuat jalanya jadi agak membungkuk. Aku ingat, sewaktu kanak, aku dan kawan-kawan sepermainan kerap mengikuti di belakangnya sambil berteriak-teriak, seakan meledek tukang topeng monyet keliling. Dan tukang jahit itu tetap saja diam.
Agak di pinggiran kota ada gang buntu kecil yang letaknya di tikungan jalan. Gang yang rindang dan lengang meski ada juga beberapa lapak penjual barang loakan. Di pojokan gang itulah tukang jahit itu selalu menggelar dasaran dan istirahat. Menjahit dan tidur di situ selama hari-hari menjelang Lebaran. Tak pernah bercakap ia dengan para penjual loakan di situ. Tak banyak juga orang yang mendatanginya.
Tapi dari Lebaran ke Lebaran semakin banyak saja orang-orang yang datang ke tukang jahit itu. Cerita tentang jarum dan benang ajaib itu mungkin membuat banyak orang penasaran. Tapi barangkali pula karena dari Lebaran ke Lebaran memang semakin banyak orang yang kian tenggelam dalam kekecewaan. Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka pada tukang jahit itu. Mereka antre agar bisa menikmati kebahagiaan Lebaran.
Menjelang Lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular panjang memacetkan jalanan. Rasanya, inilah antrean terpanjang yang pernah kulihat di kota ini. Padahal tukang jahit itu belum lagi muncul! Mereka tampak sudah tak sabar menunggu kemunculan tukang jahit itu. Mereka sudah menunggu sejak dini hari, bahkan ada yang sudah menunggu berhari-hari.
Saat melintas sepulang belanja kue penganan dan pakaian buat Lebaran, anakku memandang heran antrean itu. Karena banyaknya antrean yang meluber hingga ke tengah jalan, aku menjalankan mobil pelan-pelan. Dari radio terdengar nyanyian riang: Lebaran sebentar lagi….
“Sedang antre apakah orang-orang itu, Ayah?”
“Mau menjahitkan…”
“Menjahitkan pakaian?”
“Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.”
“Kok kayak mau ngantre minyak tanah?”
Barangkali, sekarang ini kebahagiaan memang seperti minyak tanah. Tidak semua orang dengan gampang mendapatkannya. Bahkan untuk sekadar bisa menikmati kebahagiaan di hari Lebaran pun kini orang mesti antre berdesak-desakan.
“Kenapa menjelang Lebaran begini mereka kok tidak bahagia, Ayah?”
“Mungkin mereka tak punya uang buat pulang kampung. Tak bisa membelikan baju baru. Bingung karena masih nganggur. Pusing karena semuanya makin mahal. Mungkin juga mereka hanya merasa makin sedih saja….”
Lalu kuceritakan apa yang dulu pernah diceritakan Ibu padaku. Kuceritakan tentang tukang jahit itu. Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan.
“Jadi mereka menunggu tukang jahit itu, Ayah?”
“Ya.”
“Bagaimana kalau tukang jahit itu tak muncul, Ayah?”
Aku menatap matanya yang menunggu jawaban, kemudian memandang gamang ke arah orang-orang yang antre itu. Kulihat antrean itu sudah sedemikian panjangnya, hingga menyentuh ujung terjauh cakrawala yang mulai menggelap.
Brisbane - Yogyakarta, 2007

Agus Noor, 7 Oktober 2007

Mata Sultani


Cerpen Karya : Adek Alwi


Sudah hampir empat puluh tahun mata Sultani menatapku. Tempo-tempo mata kawan masa kecil itu memang tak tampak, seolah sudah bosan lalu raib entah ke mana, namun kemudian muncul lagi dan kembali menatap. Hanya menatap. Tidak sekalipun berkedip, seperti tidak kenal lelah. Padahal tahun demi tahun terus berganti dan kini telah mendekati tahun keempat puluh. Berbagai peristiwa timbun-bertimbun, memurukkan yang lama ke lipatan bawah dan juga menguap ke luar ingatan. Aku dan kawan-kawan pun sudah cerai-berai, tak pernah bersua kecuali dengan dua-tiga kawan yang setia menghuni kota kelahiran kami.
Kepada mereka, bila aku pulang ke kota kami selalu kutanyakan kawan-kawan masa kecil itu, tetapi tak banyak lagi kabar gembira aku peroleh. Kawan-kawan lama kami jarang pulang, bahkan banyak yang tidak pulang sejak merantau-belasan atau puluhan tahun yang silam. “Seperti ada dan tiada, Nius,” jawab Tum menampakkan senyum yang ganjil. “Seperti orang-orang di dalam mimpi.”
“Hanya si Cudik, si Talib dan si Tunik yang acap pulang. Paling tidak dua atau tiga tahun sekali ada mereka pulang,” tambah Amril, yang meneruskan usaha keluarga membuka kedai kopi di simpang jalan dekat pasar. Kalau aku pulang, di kedai kopi itu kami bercakap-cakap mengenang kawan lama serta kota kami yang setelempap tetapi menyimpan sifat-sifat aneh tak terduga. Bahkan mengerikan.
“Si Cudik kini di Lubuk Sikaping,” Biju menerangkan dengan gembira. “Tak lama lagi pensiun. Si Talib di Dumai, sudah bercucu satu. Si Tunik buka lepau nasi di Muaro Bungo. Dua lepau nasinya sekarang, Nius. Satu di Palembang. Hebat dia!”
“Ingat si Bun Kay?” tiba-tiba Tum menyela, setelah mengamati wajah-wajah tak kukenal yang lalu lalang di luar kedai kopi Tum. Waktu terus berjalan dan orang-orang lahir, dewasa atau jadi tua, kendati kota kami tetap saja setelempap.
“Tentu!” kubilang. “Di mana dia?” tanyaku antusias. Bun satu-satunya sahabat Cina kami di waktu kecil. Dia dan keluarganya tergolong aneh, akrab dengan pribumi. Ayah Bun tukang gigi, ibunya berjualan kue mohok alias bakpau. Di kota kami orang Cina tidak mampu bersaing di pasar dengan pedagang pribumi tetapi tidak tertandingi membuat kue, sebagai grosir roti dan permen, lebih-lebih tukang gigi. Mereka pemilik satu-satunya bioskop dan dua studio foto yang ada di kota kami.
“Bun di Medan jadi dokter,” jawab Tum. “Pernah sekali datang waktu mau ke Padang melihat kakaknya. Berubah sekarang, Nius. Kami ajak bermalam tidak mau. Mungkin karena bersama istri dan anak-anaknya. Tapi kami kawani dia melihat bekas rumah orangtuanya.”
Dalam peristiwa dahsyat pertengahan 1960-an rumah orangtua Bun di Kebun Sikolos diobrak-abrik massa, diduduki hingga kini. Mereka bilang ayah Bun menjual gigi dari Peking. Dulu kami sering bermalam di rumah itu. Pagi-pagi terdengar sandal ibu Bun berlosoh-losoh mendekati paviliun tempat kami tidur, mengantar kue mohok hangat-hangat. “Tidak halam, tidak halam! Enak laaa, tak pake babi laaa,” ia sodorkan nampan berisi mohok serta teh manis. Begitu sandalnya berlosoh pergi kue dan teh itu amblas ke perut kami.
“Jelas enak, dan tak pakai babi!” komentar anak-anak yang iri. “Di dalamnya ada kerak gigi!” Kalera! Sultani meradang dan hampir menghadiahi mereka “ketupat Bengkulu”. Tapi kami cegah. “Percuma,” bilang Tum. “Didiamkan berhenti sendiri!”
Bagiku, lebih menyenangkan kalau yang mengantar kue adalah Sui Lin, adik Bun. Pagi-pagi Lin terlihat segar. Pipinya putih kemerahan serupa jambu air. Matanya tak terlalu sipit. Rambut ekor kuda. Suara Lin halus: “Ko Bun! Engko Bun!” Dadaku berdebar mendengar suara itu, juga ketukan jari-jarinya yang mungil di pintu. Kelas 6 SD kurasakan gejolak cinta monyet mengalir deras terhadap Lin, adik kelas kami. Itu pula sebabnya dendamku pada Sultani pernah seperti tidak berujung.
“Bagaimana kabar Sultani? Di mana dia?” tanyaku pada kawan-kawan di kota kelahiran. Mereka menggeleng. “Itulah,” sahut Tum, kembali menampakkan senyum yang ganjil. “Banyak kawan kita serasa ada dan tiada, Nius. Bak orang-orang dalam mimpi. Tidak kecuali Sultani.”
KAWAN masa kecil itu lincah, lucu, pintar di sekolah. Dia kapten sepak bola. Juga pandai menjahit, mencukur, menyogok portir bioskop sehingga kami bisa nonton film 17 tahun ke atas yang dibintangi Sophia Loren. Kami diselundupkan portir ketika lampu bioskop padam. Membungkuk-bungkuk mencari kursi kelas 3 yang kosong, atau menjelepak duduk di lantai, berdebar-debar sekitar dua jam menyaksikan aksi Sophia Loren yang menggairahkan.
Seperti di rumah Bun, kami kerap nginap di rumah Sultani. Ibunya baik seperti ibu Bun. Kalau di rumah Bun kami disuguhi kue mohok, ibu Sultani pagi-pagi menghidangkan nasi goreng serta roti lapis mentega. Suka-suka kami mau makan apa. Minumnya teh hangat, kadang susu. Keluarga itu memang kaya dan terpandang. Ayah Sultani kepala terminal sekaligus ketua organisasi buruh.
“Makan, makan! Tidak halam! Tak pake gigi babi laaa!” Sultani cengar-cengir menyindir, mengajak makan. Bun tertawa-tawa menyikat nasi goreng. Lalu ia sambar roti. Biju dan Tunik juga. Kami berebut. Sultani menarik piring roti ke dalam sarung, mencangkunginya seperti buang hajat. Saat dia letakkan ke meja tak seorang pun yang berselera menyentuh kecuali dia.

Tempo-tempo kawan itu memang cingkahak, alias usil plus kurang ajar. Portir bioskop juga dia ulahi. Di antara lipatan uang sogokan dia selipkan duit buntung atau uang zaman Jepang sehingga untuk beberapa waktu kami terpaksa puasa nonton film orang dewasa. Sultani malah tertawa-tawa makan uang haram itu. Dan pernah pula Buya Makruf, guru mengaji kami, terbungkuk-bungkuk keluar tempat wudu bercelana kolor dan dada bugil. Baju, kopiah, serta sarung beliau “terbang; ke halaman masjid. Ulah Sultani!
Suatu kali, ketika mandi-mandi di batang air yang mengalir di kota kami Bun tiba-tiba terpekik. Ada yang menyentak ujung kulupnya dari bawah air. “Ular! Ular!” Bun berteriak panik. Berenang kalang kabut ke tepi. Mukanya pucat serupa mayat. Kepala Sultani menyembul di tengah sungai. Terbahak-bahak seperti hantu air. “Sunat Bun! Potong Bun! Terlalu panjang Bun!”
Saat liburan tiba Bun pun lalu minta disunat. Ayah dan ibunya setuju. “Ayaaa, Bun mau potong bulung bole potong, laaa. Asal Bun tidak nangis kalu sakit laaa.”
“Tidak sakit, Bah!” Sultani meyakinkan bak tukang obat. “Malah, tidak terasa. Babah mau coba? Sret, selesai!”
Ayah Bun terkekeh. Ibunya tersipu. Dan Bun disunat. “Sebetulnya telat Bun. Kelas enam disunat, jadi keras. Mestinya waktu kita kelas tiga,” ujar Sultani saat Bun meringis dan kami mendampingi kawan itu setiap malam. “Tapi tak apa-apa terlambat daripada tidak. Iya kan, Bun?” Bun mengangguk lemah.
Setelah sembuh, dan suatu petang Bun termangu di halaman Masjid Jambatan Basi menanti kami usai mengaji, Sultani berkata: “Sudah Bun, ikut mengaji saja. Biar aku yang ngajar. Sebulan ditanggung fasih, Bun!”
Sultani memang pandai mengaji dan ditunjuk Buya Makruf sebagai guru kecil. Kepandaian itu turun dari ibunya. Ibunya selalu mengaji tiap subuh. Suaranya merdu, tajwid dan kiraahnya elok. Tapi aku merasa, ajakan Sultani pada Bun karena dia ingin mengamangkan rotan di depan kawan itu. Dan sesekali, tentu saja, melecutkan ke kaki-seperti dia lakukan pada kami selaku guru kecil yang cingkahak.
Bukan saja Bun, banyak kawan merasakan ulah Sultani. Aku malah tak sekali. Namun yang membuat dendamku membara ketika semua bulu di kepalaku dia babat. Jangan pula licin tandas bak kelapa, potong pendek bak rambut tentara saja aku bosan. Sudah lama aku dambakan model rambut orang dewasa atau rambut abangku, Rustam. Tetapi, setiap usai dicukur kepalaku tetap mirip tentara atau anak kecil. Padahal selalu kuminta Mak Hasan mencukur seperti yang kuinginkan, dan tukang cukur langganan ayah itu pun ber-hm-hm sambil mendorong kepalaku kian kemari.
“Cukur sama Sultani!” Biju menyarankan. “Rambutku dia cukur. Tunik juga. Rancak, kan?” Seperti rambut Biju itu yang kuinginkan. Tak licin di sekeliling kepala, tetap ditumbuhi rambut dua-tiga senti yang melingkar manis rapi di sekitar telinga.

Aku serahkan kepalaku pada Sultani. Mulanya sungguh-sungguh juga dia. Uang yang sedianya diterima Mak Hasan kujanjikan kami bagi dua. “Seperti model rambut Bang Rustam, kan?” Aku mengangguk. Pelan-pelan disentuh Sultani kepalaku. Suara gunting tak berdencing-dencing ganas. Mendesis-desis lunak. Mataku merem melek, tidur-tidur ayam. Tetapi lama-lama kepalaku semakin dingin. Ketika kuraba, sebagian kepalaku sudah terkelupas bak ayam hendak digulai!
“Tak ada jalan lain, terpaksa begitu!” Ditekan Sultani kepalaku dengan ujung telunjuk. “Tadi di sini terlampau pendek, kuratakan. Eh, malah sebelah sini terlampau pendek. Sudahlah, sepekan rambutmu panjang lagi. Bagus juga kau gundul, seperti Yull Bryner kau!”
Sejak hari itu kami tak berteguran. Tepatnya, aku tidak mau bicara atau dekat-dekat dengan manusia cingkahak itu. Dia mendekat, aku menghindar. Atau pergi. Dia cerita begini-begitu aku buang muka. Lupa aku pada sifat baiknya yang setia kawan dan suka memberi. Dendamku laksana sumur tanpa dasar. Lebih-lebih waktu Sui Lin, suatu pagi, tersenyum melihat kepalaku yang plontos bak kelapa ketika aku nginap di rumah Bun. “Kepala Ko Nius kenapa?” Alamak, mati awak rasanya menanggung aib!
“KEPADA kawan-kawan yang tiba dari rantau kami juga bertanya kalau-kalau mereka mendengar di mana Sultani, Nius. Tetapi mereka pun tidak tahu,” kata Amril, melihat aku tak henti menanyakan kawan masa kecil itu tiap pulang ke kota kelahiran.
“Sejak peristiwa itu tak ada yang tahu di mana Sultani dan keluarganya, Nius,” sambung Biju lesu. “Sanak famili ayahnya di kampung juga tidak. Pernah kami tanya ke situ, hasilnya nihil. Berkabar pun mereka tak pernah sejak kejadian itu.”
Tum diam saja mendengarkan sunyi. Dan aku merasa ketika itu Sultani tengah menatapku dengan mata tidak berkedip seperti biasanya.
Sewaktu prahara dahsyat pertengahan 1960-an melanda kota kami, dan orang bergegas lewat bergelombang-gelombang di muka rumah sambil berteriak-teriak, aku menghambur ke jalan. Tidak kuhiraukan imbauan ibu dan ayah. “Jangan ikut! Jangan ikut kau!” Aku terus berjalan di belakang gelombang-gelombang manusia yang riuh. Mereka menuju rumah Sultani, berteriak-teriak. Suara mereka teramat gaduh. Mereka melempar rumah itu dengan batu. Tahi kambing, tahi kuda dan entah dengan apa lagi.
Sejumlah orang menerabas masuk. Menyepak pintu hingga rubuh. Kaca-kaca pecah berderai. Mereka terus berteriak. Buas sekali. Aneh sekali. Seakan-akan bukan warga kota kami yang sehari-harinya tenang dan saling menyapa.

Aku menyeruak di sela-sela orang dewasa. Kusaksikan ayah Sultani diseret. Mukanya berdarah. Lututku menggigil. Ibu Sultani berlari mengejar, meraung-raung. Perempuan itu terjerembap di halaman. Kakak perempuan Sultani mendekapnya erat-erat. Dia juga menangis. Sultani juga. Menangis, tegak kaku di ambang pintu. Lalu ia terpana ketika matanya bersirobok dengan mataku, melihat aku di tengah kerumunan.
Orang-orang masih berteriak. Menyeret serta mengarak ayah Sultani entah ke mana. Bergelombang-gelombang manusia. Tanganku dicekal, diseret abangku pulang. “Mulai kurang ajar ya, tak mendengar orangtua!” Cudik bilang mereka membawanya ke Singgalang Kariang. Menghabisinya. Membuang mayat orang tua itu ke Batang Anai. “Seperti mencampakkan bangkai anjing!” cerita Cudik.
“Bagaimana kau tahu? Ikut kau ke situ?” kami tanyai Cudik ramai-ramai.
“Semua orang bilang begitu. Kalian tidak tahu? Mereka menghabisinya petang itu juga!” Cudik berkeras. “Dan, kemarin pagi, ada yang menemukan sepasang mata di Batang Anai waktu menjala ikan. Hanya mata saja, dua buah. Tubuhnya tidak ada!”
Kami bertatapan. Diam-diam terbayang olehku mata Sultani, yang menatapku tanpa berkedip. Bahkan sampai kini, seolah-olah tidak pernah lelah, walaupun tahun demi tahun berlalu menghanyutkan zaman dan usia ke muara.*

Jakarta, 2 April 2005

Kamis, 29 Juli 2010

Cara Merubah Resolusi Layar Monitor pada Komputer di Windows 98/ME/2000/XP

Jika anda merasa bahwa tulisan, gambar, icon atau lebar layar terlalu kecil atau besar anda dapat merubahnya dengan mudah. Anda dapat memperkecil maupun memperbesar resolusi pada layar monitor komputer pc anda.

Resolution atau resolusi adalah skala layar pada komputer anda. Semakin besar resolusinya maka akan semakin besar pula skala layar anda, yang berarti huruf yang akan kita lihat menjadi semakin mengecil dan luas tampilan pc anda semakin besar.
Namun resolusi juga bergantung pada jenis monitor, operating system, driver display adapter, video card dan lain sebagainya. Bisa jadi ketika anda memilih resolusi yang besar hanya layar hitam yang muncul, itu berarti resolusi tersebut gagal dijalankan pada komputer pc anda.

Berikut adalah panduan langkah merubah resolusi pada layar monitor :
1. Pada tampilan desktop di mana banyak icon short cut berada pencet klik kanan pada mouse anda, lalu pilih properties.
2. Pada menu display properties anda bisa masuk ke tab atau tabulasi dengan nama 'setting'.
3. Lalu pilih 'screen resolution' sesuai keinginan anda.
4. Untuk color quality sebaiknya anda minimal memilih 16 bit. Normalnya adalah 32 bit.
5. Pilih Ok jika anda telah melakukan pilihan.

Selasa, 27 Juli 2010

Listrik Statis

Petir adalah suatu kejadian alam yang luar biasa, karena dalam setiap kejadiannya energi yang dilepaskan lebih besar daripada yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Hal lain yang menakjubkan bahwa molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini.

Mengapa petir dapat membebaskan energi? Darimana petir mendapatkan energi listrik?

Berapa biaya listrik yang dapat kita hemat jika kita dapat mengumpulkan energi dari petir?

Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu muncul dari partikel bermuatan positif (proton) dan negatif (elektron) dari dalam sebuah atom, yang tak terlihat oleh mata telanjang. Perbedaan jumlah proton dan elektron dalam sebuah atom mengakibatkan atom bermuatan listrik. Karena semua benda tersusun oleh atom-atom, maka perubahan muatan listrik pada atom akan mengakibatkan perubahan listrik pada benda.

Setiap benda memiliki kecenderungan untuk berada dalam keadaan netral, oleh karena itu jika benda bermuatan maka secara spontan dapat membebaskan muatannya. Salah satu contohnya adalah petir. Sifat-sifat muatan listrik antara lain: 1) listrik terdiri dari dua jenis muatan yaitu muatan positif dan negatif, 2)muatan listrik akan saling berinteraksi, muatan sejenis tolak menolak dan muatan tidak sejenis tarik-menarik. Para ahli berusaha memanfaatkan muatan listrik statis untuk berbagai keperluan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana Benda dapat Bermuatan Listrik?
Setiap zat tersusun atas atom-atom, dengan demikian muatan listrik suatu zat tergantung dari jenis muatan listrik atom-atomnya. Jika atom-atom benda lebih cenderung melepaskaan elektron, maka zat yang disusunnya lebih cenderung bermuatan positif. Sebaliknya jika atom-atom benda lebih cenderung menangkap elektron, maka zat yang disusunnya cenderung bermuatan negatif. Dengan demikian muatan listrik sebuah benda sangat tergantung dengan muatan listrik atom-atom penyusunnya.

Bagaimana cara membuat benda bermuatan listrik?

Suatu benda dapat dimuati listrik dengan dua cara yaitu:

1. Menggosok

a. Menggosok penggaris plastik dengan kain wool --> Penggaris menjadi bermuatan listrik jenis negatif.
b. Menggosok kaca dengan kain sutera --> Kaca menjadi bermuatan listrik jenis positif.

Mengapa dengan menggosokkan benda ke benda lain dapat membuat benda bermuatan listrik? Apakah semua benda jika digosokkan akan bermuatan listrik?

Muatan listrik pada sebuah benda, sangat dipengaruhi olah muatan listrik atom-atom penyusunnya. Ada atom-atom yang cenderung melepas elektron, tetapi ada juga atom-atom yang cenderung mengikat elektron. Jika dua benda tersusun dari atom-atom yang memiliki perbedaan sifat tersebut saling digosokkan maka, maka interaksi itu akan lebih mudah membuat benda bermuatan listrik.

Dari animasi di atas. Jika kain sutera digosokkan pada kaca, maka elektron-elektron kaca akan berpindah menuju sutera, sehingga kaca menjadi bermuataan positif. sementara itu kain sutera menjadi bermuatan negatif karena mendapat tambahan elektron.

Jika kain wool digosokkan pada plastik, maka elektron-elektron kain wool akan berpindah menuju plastik, sehingga plastik menjadi bermuataan negatif. sementara itu kain wool menjadi bermuatan positif karena kehilangan elektron-elektronnya.

2. Induksi

Bagaimana proses pemuatan listrik dengan induksi?

Induksi dapat dilakukan dengan cara mendekatkan benda yang bermuatan listrik ke benda netral. Akibatnya benda netral akan terpolarisasi. Jika benda netral yang telah terpolarisasi di hubungkan dengan tanah (di ground kan), maka elektron-elektronnya akan mengalir menuju tanah. Setelah penghantar yang menuju tanah di hilangkan dan benda bermuatan listrik dijauhkan, maka benda netral akan menjadi kekurangan elektron (bermuatan positif). Induksi dalam jumlah muatan tertentu dapat mengakibatkan muatan listrik melompati gap (jarak pemisah), dalam hal ini dapat menimbulkan lintasan bunga api. Salah satu peristiwa yang besar adalah terjadinya petir.

Sifat Muatan Listrik --> Muatan listrik dapat menarik benda-benda kecil

Potongan kertas kecil-kecil dapat menempel pada penggaris yang bermuatan listrik karena adanya gaya listrik. Jika gaya listrik lebih besar dari gaya gravitasi benda maka benda akan menempel pada penggaris, sebaliknya jika gaya listrik kurang dari gaya gravitasi, maka benda tidak akan menempel.

Interaksi antara dua muatan listrik baik berupa gaya tolak atau gaya tarik dapat digambarkan dengan menggunakan garis-garis gaya listrik berikut:

LISTRIK STATIS

Idiom / Ungkapan dan Peribahasa dalam Bahasa Indonesia

1. Idiom
Idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru di mana tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Berikut ini adalah beberapa contoh idiom dengan artinya :
- cuci mata = cari hiburan dengan melihat sesuatu yang indah
- kambing hitam = orang yang menjadi pelimpahan suatu kesalahan yang tidak dilakukannya
- jago merah = api dalam kebakaran
- kupu-kupu malam = wanita penghibur atau pelacur komersial
- ringan tangan = kasar atau suka melakukan tindak kekerasan
- hidung belang = pria yang merupakan pelanggan psk atau pekerja seks komersil

2. Peribahasa
Peri bahasa adalah suatu kiasan bahasa yang berupa kalimat atau kelompok kata yang bersifat padat, ringkas dan berisi tentang norma, nilai, nasihat, perbandingan, perumpamaan, prinsip dan aturan tingkah laku. Berikut ini adalah beberapa contoh peribahasa dengan artinya :
- Di mana bumi dipijak di sana langit di junjung
artinya : jika kita pergi ke tempat lain kita harus menyesuaikan, menghormati dan toleransi dengan budaya setempat.
- Tiada rotan akar pun jadi
artinya : tidak ada yang bagus pun yang jelek juga tidak apa-apa.
- Buah yang manis biasanya berulat
artinya : kata-kata yang manis biasanya dapat menyesatkan atau menjerumuskan.
- Tak ada gading yang tak akan retak
artinya : Tidak ada satu pun yang sempurna, semua pasti akan ada saja cacatnya

Sabtu, 24 Juli 2010

Sinonim, Antonim dan Homonim

A. Sinonim
Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata.
Contoh Sinonim :
- binatang = fauna
- bohong = dusta
- haus = dahaga
- pakaian = baju
- bertemu = berjumpa

B. Antonim
Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga dengan lawan kata.
Contoh Antonim :
- keras x lembek
- naik x turun
- kaya x miskin
- surga x neraka
- laki-laki x perempuan
- atas x bawah

C. Homonim
Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homofon.
Contoh Homograf :
- Amplop
+ Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan amplop (amplop = amplop surat biasa)
+ Agar bisa diterima menjadi pns ia memberi amplop kepada para pejabat (amplop = sogokan atau uang pelicin)
- Bisa
+ Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya (bisa = mampu)
+ Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun)
Contoh Homofon :
- Masa dengan Massa
+ Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
+ Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum)

Tambahan :
- Anonim adalah tidak memiliki nama atau tidak diberikan nama.

Selasa, 20 Juli 2010

Parousia


Cerpen Karya : Agus Noor


Pada malam Natal tahun 3026, aku terlahir kembali ke dunia ini sebagai seekor ular. Aku keluar dari cangkang kesunyianku. Mendesis pelan dan muncul lewat gorong-gorong. Kusaksikan cahaya terang kota yang gemerlapan. Tak ada bintang, dan langit hanya basah. Di kulitku yang licin, udara terasa seperti permukaan piring keramik yang dingin. Sayup kudengar gemerincing lonceng mekanik Jingle Bells mengalun dari juke box di etalase hypermarket, seperti rintihan kesepian. Mobil-mobil silver metalik bertenaga magnetik mendesing lalu lalang di jalanan. Orang-orang bergegas membawa keranjang belanjaan dan kado-kado Natal berbungkus kertas warna-warni. Seorang Sinterklas terkantuk-kantuk di trotoar. Aku benar-benar tak lagi mengenali kota ini. Kota di mana bertahun-tahun lampau, dalam kehidupanku yang lain, aku pernah begitu mencintainya. Dulu aku memang berharap, aku ingin dilahirkan kembali di kota ini, tidak lagi sebagai bocah idiot yang sering diganggu dilempari kerikil atau tomat busuk. Aku tak pernah mengerti, kenapa dulu orang-orang di kota ini begitu senang menggangguku. Mungkin mereka hanya menggodaku. Mungkin mereka butuh hiburan. Mungkin mereka merasa bahagia bila bisa menggangguku. Apabila melihat aku lagi berjalan, orang-orang akan menghentikanku. Memberiku moke, yang membuat kepalaku berdenyut-denyut lembut. Lalu mereka menyuruhku menyanyi dan menari. Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. Pasti aku tampak lucu di mata mereka. Aku ikut tertawa saat mereka tertawa. Biasanya, mereka kemudian akan bertanya hal-hal yang terdengar aneh di telingaku.
”Berapa dua ditambah dua?”
”Tujuh,” jawabku, sambil menunjukkan empat jariku.
Mereka tertawa.
”Kalau tiga ditambah empat?”
”Tujuh,” jawabku, sambil menunjukkan empat jariku.
Dan mereka kembali tertawa.
”Dasar idiot!”

Aku tak pernah mengerti kenapa mereka mengatakan aku idiot. Mungkin karena mulutku yang peyot. Mungkin karena celanaku yang selalu melorot. Mungkin karena tampangku yang terlihat dungu dengan liur kental yang terus menetes. Mungkin karena itulah orang-orang melihatku dengan jijik. Aku ingat, bagaimana orang-orang selalu mengusirku bila melihatku memasuki halaman rumah mereka. Aku tak mengerti, kenapa orang-orang tak memperbolehkan aku masuk rumah mereka. Padahal, bila ada ular masuk ke pekarangan, mereka tak pernah mengusirnya. Mereka selalu membiarkan ular masuk ke rumah mereka. Bila ada ular masuk ke rumah, mereka selalu memberi telur atau sejumput beras buat ular itu. Alangkah menyenangkan jadi ular. Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran di kota ini. Aku sering bertemu ular-ular itu. Di ladang, di pinggir jalan, di pepohonan. Kadang kulihat seekor ular melintas menyeberang jalan, dan semua kendaraan yang lewat berhenti. Kurasakan, betapa orang-orang lebih menyukai ular ketimbang diriku.

Dari omongan orang-orang, yang kudengar sepotong-sepotong dan tak gampang aku pahami, aku mulai tahu kenapa orang-orang di kota ini suka pada ular. Mereka percaya ular-ular itulah leluhur mereka. Ketika mula dunia tercipta, ketika Bumi masih rapuh, kabut bagaikan putih telur, ketika batu masih berupa buah muda, saat tanah masih serupa kuntum yang ranum, ular-ular itulah muasal leluhur yang mendiami pulau. Leluhur yang selalu membawa rezeki dan nasib baik bagi siapa pun yang didatanginya. Sejak itulah aku mulai berkhayal, betapa enaknya jadi ular. Aku ingin suatu hari nanti bisa berubah menjadi ular. Aku ingin Tuhan akan melahirkanku kembali ke kota ini sebagai seekor ular.
Aku mendesis, takjub sekaligus merasa asing memandangi kota yang gemerlapan. Kerlap-kerlip pohon Natal menjulang di tengah-tengah plaza. Lampu-lampu aneka warna menerangi pertokoan yang berderet sepanjang jalan. Aku benar-benar bingung dengan kota ini. Seingatku, sepanjang jalan ini hanya berderet pepohonan, juga beberapa rumah kayu sederhana. Dulu, setiap hari, aku selalu berjalan sepanjang jalanan ini, yang berkelok turun menuju bukit kecil. Kini terentang jalan layang dan jembatan penyeberangan yang bagai digantungkan begitu saja di udara. Mestinya, di pojokan itu ada sebuah gereja. Tapi di situ, kini aku melihat sebuah mal yang megah. Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap orang-orang yang lalu lalang. Cahaya seperti telah menyihir kota ini dan membuatku tak mengenalinya lagi.
Kudengar lonceng gereja. Seperti sayup ingatan yang membuatku merasa tak tersesat. Bunyi lonceng seperti itulah yang dulu selalu menuntun perjalananku. Aku suka berjalan mengelilingi kota karena aku suka mendengarkan lonceng gereja. Aku tiba-tiba terkenang pada gereja-gereja yang dulu sering aku singgahi. Aku senang dan merasa tenang bila mendengar suara lonceng gereja yang mengapung menggetarkan udara senja. Dulu, kota ini penuh dengan gereja. Kota dengan seribu gereja. Kudengar kembali gema lonceng itu, seperti memanggilku. Aku merayap menyeberangi jalan. Tiba-tiba kudengar suara jeritan.
”Ular! Ular!”

Kulihat orang-orang beringsut ketakutan, menatapku yang mendesis merayap pelan menyeberangi trotoar. Meski terkejut dengan reaksi mereka, aku mencoba tak panik. Aku teringat bagaimana dulu orang-orang memberi makanan menyambut kedatangan ular leluhur mereka. Tapi kudengar seseorang berteriak, ”Cepat bunuh ular itu! Usir! Pukul” Dan dengan gerakan cepat seseorang mengacungkan tongkat.
Instingku merasakan bahaya dan dengan cepat aku melesat menyelusup tumpukan tong sampah. Kenapa mereka ingin membunuhku? Kudengar teriakan-teriakan mengejarku. Terdengar suara-suara tong ditendang. Aku begitu ketakutan, menghilang dalam kegelapan. Saat itulah kudengar suara mendesis pelan.
”Ssttt…. Cepat sini….” Kulihat gadis cilik meringkuk di pojok gelap. ”Cepat sembunyi sini….”
Aku memandanginya ragu. Sepasang matanya yang bening membuatku pelan-pelan merasa tenang. Ia mengulurkan tangan, memberiku cuilan roti yang dipungutnya dari tumpukan sampah. ”Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong.” Ia berkata sambil mengelus kepalaku.
Kupandangi mata gadis itu, seperti kupandangi sepasang bintang yang menandai kelahiranku kembali ke dunia ini.

Dengan tangannya yang mungil, gadis itu memungutku. Aku merasa nyaman dalam dekapannya. Kemudian ia berjalan mengendap-endap, menjauhkan aku dari orang-orang yang kudengar masih memburuku. Suara-suara itu perlahan lenyap dalam gelap. Di belakangku, cahaya kota yang gemerlapan kulihat meredup perlahan ketika gadis ini terus memasuki lorong kelam. Ketika gelap dan sepi terasa lengket seperti ampas kopi, kulihat gadis cilik yang mendekapku ini mengeluarkan rosario dari kantung roknya. Kulihat rosario itu menyala kemerahan, memancarkan sulfur cahaya. Ditentengnya rosario itu seperti ia menenteng lentera. Cahaya pucat kemerahan menerangi lorong yang kami lalui, lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti menyusuri labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila sendirian.
Sampai kemudian aku melihat bayangan deretan rumah yang rapuh, berdesakan dan bau tengik.
”Kita sampai,” kata gadis cilik, sambil menurunkanku dari dekapannya. Saat itulah kudengar suara-suara mendesis pelan keluar dari reruntuhan tembok dan tumpukan kayu lapuk. Kulihat puluhan ular, ratusan ular, mendesis-desis menatapku.

>diaC<

Kudengar lonceng gereja yang layu dari kejauhan. Aku diam melingkar di pojokan, menyaksikan bayangan rumah-rumah kumuh yang bagai mengapung dalam kegelapan. Sungguh kota ganjil yang serba temaram. Aku merasa asing, meski aku bisa segera mengenali jajaran pepohonan di sepanjang jalan kota ini. Aku langsung teringat pada kelokan jalan itu, reruntuhan gereja yang kini hanya terlihat sebagai tetumpukan batu bata, juga bayangan bukit-bukit di kejauhan, di mana matahari terlihat menyandarkan cahayanya. Inilah kota yang pada kehidupanku yang dulu selalu kususuri jalan-jalannya. Aku merasa ini tak lebih dari kota lama yang ingin dikekalkan dalam ingatan.
Dan seperti menyusuri ingatan, aku merayapi jalanan kota ini, belajar memahami apa yang sesungguhnya telah terjadi. Aku kemudian tahu bahwa kota ini sesungguhnya tak terlalu jauh jaraknya dengan kota yang kulihat saat malam Natal sebulan lalu. Kota ini terletak di pinggiran kota yang gemerlapan itu, hanya dipisahkan oleh kenangan. Lorong di mana dulu gadis cilik itu membawaku adalah jalan menuju ke kota yang penuh cahaya itu. Tapi ular-ular yang kutemui selalu mengingatkan agar aku jangan pernah berani-berani lagi muncul di kota itu. Cara mereka mengingatkanku, seperti tengah meyakinkan betapa tempat terbaik bagi ular macam kami adalah di kota ini

Di kota ini, kami—ular-ular—memang dibiarkan berkeliaran. Para penduduk memberi kami sisa makanan mereka meski kadang busuk dan berjamur. Sering kami duduk-duduk dekat anak-anak, saat mereka berkumpul mendengarkan orangtua mereka mendongeng. Aku sangat senang mendengarkan dongeng-dongeng itu dituturkan, terdengar seperti tengah menyanyikan kesedihan. Dongeng tentang kehidupan mereka yang perlahan-lahan terpinggirkan dari kota. Ketika kota mempercantik diri. Ketika bangunan-bangunan bertingkat mulai dibangun. Ketika banyak gereja diruntuhkan, untuk diganti dengan mal-mal. Pada saat itulah, sebagian orang yang mencoba bertahan memunguti sisa bangunan gereja itu, membawanya masuk ke dalam kabut kesunyian. Berusaha membangunnya kembali sebagai tumpukan-tumpukan kenangan. Mereka memunguti puing kota lama yang dihancurkan kemajuan. Pelan-pelan mereka kembali membangun kota mereka, dengan nyanyian dan upacara yang penuh ratapan pada leluhur. Dan ular-ular mengikuti mereka karena di kota yang baru mereka diburu dan tak lagi dituahkan. Di kota yang remang dalam ingatan inilah para ibu mencoba bertahan hidup dengan memetik embun di daun-daun, menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya buat sarapan pagi anak-anak mereka. Dan pada malam hari mereka memeras air mata, menyimpannya dalam botol, dan meminumkannya saat anak-anak mereka sakit.
Aku belajar mencintai kota ini. Apalagi gadis cilik itu selalu mengajakku jalan-jalan, seakan-akan ia ingin agar aku mengenal setiap cuil kota ini. Kami belajar saling mengerti kesepian masing-masing. Kami bercakap-kacap dengan bahasa leluhur yang hanya bisa kami mengerti. Ia bercerita bahwa sebenarnya ada jalan tembus melalui gorong-gorong untuk mencapai kota di seberang sana. Aku menemukannya tak sengaja, katanya. Dulu aku sering pergi lewat jalan itu, kalau aku mau menjual rosario. Dulu, bila menjelang Natal, kami memang sering berjualan rosario. Kami mesti menjualnya diam-diam. Sebab bila ketahuan, kami bisa ditangkap petugas keamanan. Dulu banyak warga kota ini yang setiap hari pergi ke kota itu, berjualan biji-biji embun dan bermacam daun, rempah-rempah dan artefak kenangan, menjualnya di lapak trotoar, tetapi selalu diusir. Ia kemudian mengatakan kalau sekarang ia makin sulit menjual rosario. Tak hanya karena dikejar-kejar petugas, tetapi karena sekarang ini sudah jarang yang mau membeli rosario. Sudah lama, anak-anak di kota itu lebih suka dapat hadiah Natal boneka Barbie atau nitendo daripada rosario. Padahal rosario buatan kami luar biasa. Kamu sudah melihatnya, kan?
Aku mendesis mengangguk. Kuingat rosario yang memancarkan cahaya itu. Aku pernah melihat bagaimana rosario itu dibuat. Ada salib di tengah reruntuhan gereja di kota ini. Salib itu menjulang, tapi terlihat rapuh, dan Kristus tampak murung dan sengsara dalam lindap cahaya. Pada tubuh Kristus terlilit selang kecil, dengan mangkuk perak berbentuk piala di ujung selang itu. Itulah selang yang dipakai untuk menampung air mata Kristus. Dalam keremangan, salib itu seperti pokok pohon karet yang tengah disadap. Para penduduk di kota ini menampung air mata Kristus, yang mereka percaya, pada waktu-waktu tertentu akan mengalir. Kadang air mata itu menetes bening. Kadang merah serupa darah. Butiran air mata itulah yang kemudian mereka kumpulkan untuk diuntai jadi rosario. Kemudian dijual. Aku ingat, gadis cilik itu pernah berkata kepadaku. ”Begitulah, dulu kami bertahan: dengan menyadap air mata Tuhan…”
Kepada gadis cilik itu pun aku bercerita tenang kehidupanku dulu. Ia begitu senang saat mendengar kalau pada kehidupanku yang dulu, aku juga penduduk kota ini.
”Wow, siapa tahu aku ini salah satu keturunanmu,” teriaknya riang.
Tidak. Aku tidak menikah, kataku.
”Kamu Pater?”
Aku mendesis tersenyum. Dulu aku idiot. Tak ada seorang pun perempuan suka dengan orang idiot.
”Tapi aku suka kamu!”
Aku menggeliat-geliat dalam dekapannya. Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St Paulus yang sering kudatangi dulu.
”Kau tahu,” katanya, ”Itu satu-satunya gereja yang masih berdiri!” Mungkin tepatnya: itulah satu-satunya gereja yang sengaja dibiarkan berdiri, boleh jadi sebagai tugu kenangan.
Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. Kukatakan betapa aku ingin melihat gereja itu. Ah, ia memang gadis yang usil dan nakal, tapi setidaknya ia memahami kerinduanku. ”Kita bisa diam-diam ke sana,” katanya.
Maka pada malam Natal beberapa bulan kemudian, gadis itu memasukkanku ke dalam keranjang kecil. Ia hendak membawaku mendatangi gereja yang kurindukan itu. Jangan sampai orang-orang di kota itu melihatmu, katanya. Ketika ia berjalan, ia seperti tengah membawa keranjang makanan dan hendak pergi tamasya. Aku melingkar tenang dalam keranjang. Kenangan-kenangan dalam kehidupanku yang dulu seperti bermunculan menenteramkanku. Kami menuju kota itu melalui gorong-gorong rahasia. Kami keluar dari gorong-gorong, tepat di belakang gereja. Dari dalam keranjang anyaman, samar-samar bisa kurasakan cahaya kota yang gemerlapan. Aku takut ada penduduk yang memergoki gadis cilik ini. Pasti mereka mengusir kami….
Puji Tuhan, kudengar gadis itu berbisik pelan mengatakan kalau kami sudah sampai dalam gereja. Pelan aku dikeluarkan dari dalam keranjang. Kusaksikan ruangan yang remang, seperti rongga semesta. Kudengar koor Malam Kudus dinyanyikan. Terdengar syahdu dan megah. Cahaya terasa ultim dan kusaksikan fresko katakombe di atas altar itu bagai bergetar.
Sampai kemudian aku menyadari, betapa sunyi gereja ini. Tak ada seorang pun mengikuti misa Natal, ternyata. Di dekat altar, kulihat stereo set diputar untuk mengumandangkan nyanyian puji-pujian. Kulihat gadis kecil di sampingku yang hanya menunduk. Mataku nanar melihat tubuh Kristus yang tersalib memandangi bangku-bangku kosong.
Ledalero, 2006
Catatan:
1. Nama tuak/minuman keras lokal di Maumere, Nusa Tenggara Timur.
2. Disitir dan ditulis ulang dari syair tradisi yang mengisahkan penciptaan alam semesta, versi Krowe-Sika.
3. Dikutip dan ditulis ulang dari puisi ”Ibu yang Tabah” karya Joko Pinurbo.

Agus Noor, 23 Desember 2007

Senin, 19 Juli 2010

Logam yang Hancur

Logam yang hancur ??? apa anehnya, logam hancur kan udah biasa tapi bagaimana jika logam tersebut hancur hanya dengan direndam dalam segelas air. Pada percobaan kali ini kita akan membuktikannya Ga percaya, yah itulah fisika suka membuat penasaran. Langsung saja let's do it !!!

Alat dan bahan yang diperlukan:
  1. Gelas
  2. Air
  3. Uang Logam (uang seratusan tapi yang dulu bukan yang sekarang)
  4. Kertas Perak (kertas bekas bungkus rokok)

Langkah-langkah:
  1. Letakkan uang logam di atas kertas perak.
  2. Kemudian masukkan ke dalam gelas yang berisi air.
  3. Biarkan gelas itu selama sehari.

Apa yang terjadi?
Ternyata sesudah itu air tampak menjadi keruh dan di tempat yang ada uang, kertas perak berlubang-lubang. Kehancuran ini disebut korosi . Hal ini sering terjadi di tempat dua logam yang berlainan disambungkan secara konduktif. Selain itu, dalam proses ini dihasilkan pula arus listrik, namun kecil sekali.

Selasa, 13 Juli 2010

Perahu Bertenaga Sabun

Sabun, tak ada hal yang aneh kan ? benda tersebut biasanya kalian gunakan untuk mandi dan keperluan rumah tangga lainnya tapi pernahkan kalian mencoba menggunakan sabun sebagai tenaga untuk menggerakkan perahu ? Untuk itu marilah kita membuatnya, perhatikan ya!

Alat dan bahan yang diperlukan:
  1. karton yang agak tebal
  2. gunting
  3. ember/baskom penuh air
  4. detergen

Langkah-langkah pembuatan:
  • Buatlah rangka perahu dari karton seperti pada gambar kira-kira 7 cm x 3 cm (ukuran dapat disesuaikan). Ini gambarnya:
  • Letakkan perahu perlahan ke dalam ember yang telah diisi air.
  • Masukkan detergen sedikit demi sedikit di bagain belakang perahu. Dan lihat apakah yang akan terjadi.
  • Ternyata perahu akan melaju, mengapa ya? Ini disebabkan karena adanya pengaruh tegangan permukaan. Seperti yang kita tahu, karena adanya gaya kohesi antar molekul air khususnya di bagian permukaan membuat sebuah lapisan tipis dan fleskibel yang disebut tegangan permukaan. Dengan menambah detergen ternyata akan memecah lapisan air dan membuat perahu melaju.
Catatan :
Setelah melakukan satu kali percobaan, bersihkan kembali embernya kemudian gunakan air yang baru jika ingin melakukan percobaannya lagi.
Selamat mencoba....Salam Smart....

Perpindahan Kalor

Kalor dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Bagaimanakah cara kalor itu berpindah ? Kalor dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi atau hantaran, konveksi atau aliran, dan radiasi atau pancaran.

1. Konduksi

    Bagaimanakah perpindahan kalor secara konduksi? Lakukan kegiatan berikut!
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut.
Berdasarkan daya hantar kalor, benda dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Konduktor
Konduktor adalah zat yang memiliki daya hantar kalor baik. Contoh : besi, baja, tembaga, aluminium, dll
2) Isolator
Isolator adalah zat yang memiliki daya hantar kalor kurang baik. Contoh : kayu, plastik, kertas, kaca, air, dll

Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kamu jumpai peralatan rumah tangga yang prinsip kerjanya memanfaatkan konsep perpindahan kalor secara konduksi, antara lain : setrika listrik, solder. Mengapa alat-alat rumah tangga seperti setrika, solder, panci, wajan terdapat pegangan dari bahan isolator? Hal ini bertujuan untuk menghambat konduksi panas supaya tidak sampai ke tangan kita.

2. Konveksi

 Konveksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat yang disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut.

Konveksi terjadi karena perbedaan massa jenis zat. Kamu dapat memahami peristiwa konveksi, antara lain:
1) Pada zat cair karena perbedaan massa jenis zat, misal sistem pemanasan air, sistem aliran air panas.
2) Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara, misal terjadinya angin darat dan angin laut, sistem ventilasi udara, untuk mendapatkan udara yang lebih dingin dalam ruangan dipasang AC atau kipas angin, dan cerobong asap pabrik.

Agar kamu lebih dapat memahami konveksi, lakukan kegiatan berikut!
Dari kegiatan yang kamu lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa, aliran di dalam gelas disebabkan karena perbedaan massa jenis zat. Air yang menyentuh bagian bawah gelas kimia tersebut dipanasi dengan cara konduksi. Akibat air menerima kalor, maka air akan memuai dan menjadi kurang rapat. Air yang lebih rapat pada bagian atas itu turun mendorong air panas menuju ke atas. Gerakan ini menimbulkan arus kon-veksi. Pada bagian zat cair yang dipanaskan akan memiliki massa  jenis menurun sehingga mengalir naik ke atas. Pada bagian tepi zat cair yang dipanaskan konveksi yang terjadi seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Pada bagian tengah zat cair yang dipanaskan, konveksi yang terjadi seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Dari kegiatan yang kamu lakukan terlihat bahwa asap turun di dalam cerobong yang tidak dipanaskan. Pada cerobong yang dipanaskan tekanan udara kecil sehingga asap akan bergerak naik ke atas. Aliran udara yang terlihat itulah yang menunjukkan konveksi pada zat gas. Tahukah kamu mengapa cerobong asap pabrik di buat tinggi? Coba kamu cari tahu alasannya! Angin laut dan angin darat merupakan contoh peristiwa alam yang melibatkan arus konveksi pada zat gas. Tahukah kamu bagaimana terjadinya angin laut dan angin darat? Coba perhatikan gambar di bawah ini!


Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Hal ini mengakibatkan udara panas di daratan akan naik dan tempat tersebut diisi oleh udara dingin dari permukaan laut, sehingga terjadi gerakan udara dari laut menuju ke darat yang biasa disebut angin laut. Angin laut terjadi pada siang hari, biasa digunakan oleh nelayan tradisional untuk pulang ke daratan. Bagaimanakah angin darat terjadi?









Pada malam hari daratan lebih cepat dingin daripada lautan. Hal ini mengakibatkan udara panas di permukaan air laut akan naik dan tempat tersebut diisi oleh udara dingin dari daratan, sehingga terjadi gerakan udara dari darat menuju ke laut yang biasa disebut angin darat. Angin darat terjadi pada malam hari, biasa digunakan oleh nelayan tradisional untuk melaut mencari ikan.

3. Radiasi atau pancaran

Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara. Saat acara api unggun pada kegiatan Pramuka di sekolahmu, apa yang dapat kamu rasakan saat kamu berada di sekitar nyala api unggun? Kamu akan merasakan hangatnya api unggun dari jarak berjauhan. Bagaimanakah panas api unggun dapat sampai ke badanmu? Kalor yang kamu terima dari nyala api unggun disebabkan oleh energi pancaran. Alat yang digunakan untuk mengetahui adanya radiasi kalor atau energi pancaran kalor disebut termoskop. Termoskop terdiri dari dua buah bola kaca yang dihubungkan dengan pipa U berisi air alkohol yang diberi pewarna. Perhatikan gambar!
Salah satu bola lampu dicat hitam, sedangkan yang lain dicat putih. Apabila pancaran kalor mengenai bola A, hal ini mengakibatkan tekanan gas pada bola A menjadi besar. Hal ini mengakibatkan turunnya permukaan zat cair yang ada di bawahnya. Bagaimanakah sifat radiasi dari berbagai permukaan? Sifat radiasi berbagai permukaan dapat diselidiki dengan menggunakan alat termoskop diferensial. Alat yang digunakan untuk menyelidiki sifat radiasi berbagai permukaan disebut termoskop diferensial. Kedua bola lampu dicat dengan warna yang sama, tetapi di antara bola tersebut diletakkan bejana kubus yang salah satu sisinya permukaannya hitam kusam dan sisi lainnya mengkilap.

Jika bejana kubus diisi dengan air panas, akan terlihat permukaan alkohol di bawah bola B turun.  Perbedaan ini disebabkan karena kalor yang diserap bola B lebih besar daripada bola A. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1) Permukaan benda hitam, kusam, dan kasar merupakan pemancar dan penyerap kalor yang baik.
2) Permukaan benda putih, mengkilap dan halus merupakan pemancar dan penyerap kalor yang buruk

Sabtu, 10 Juli 2010

Biografi Alfred Russel Wallace

Alfred Russel Wallace O.M., F.R.S. (lahir 8 Januari 1823 – meninggal 7 November 1913 pada umur 90 tahun) dikenal sebagai seorang naturalis, penjelajah, pengembara, ahli antropologi dan ahli biologi dari Britania Raya. Ia terkenal sebagai orang yang mengusulkan sebuah teori tentang seleksi alam, dimana kemudian hari malah membuat Charles Darwin lebih terkenal dari dia dengan teorinya sendiri. Ia banyak melakukan penelitian lapangan, dimana untuk pertama kalinya dilakukan di sungai Amazon di tahun 1846 saat ia masih berusia 23 tahun dan kemudian di Kepulauan Nusantara.

Dia ketika itu mengoleksi aneka serangga dari ekspedisi Amazon. Kemudian koleksinya dia bawa pulang ke Eropa yang gandrung terhadap temuan baru dari belahan dunia lain. Koleksi serangga itu laku dijual dan modal itu menjadi titik awal penjelajahan Wallace di Nusantara. Pada perjalanan antara tahun 1848 hingga tahun 1854, Ia tiba di Singapura. Selama delapan tahun kemudian (1854 - 1862)ia menjelajah berbagai wilayah di Nusantara. Dari penjelajahan itu, ia membukukannya ke dalam sebuah catatan yang berjudul The Malay Archipelago. Selama ekspedisinya di Nusantara, diperkirakan dia telah menempuh jarak tidak kurang dari 22.500 kilometer, melakukan 60 atau 70 kali perjalanan terpisah, dan mengumpulkan 125.660 spesimen fauna meliputi 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerangka dan tulang aneka satwa, 310 spesimen mamalia, serta 100 spesimen reptil. Selebihnya, mencapai 109.700 spesimen serangga, termasuk kupu-kupu yang paling disukainya.

Kebiasaannya mencatat perjalanan dan menyelamatkan catatan-catatan itu dengan cara mengirimkan ke Inggris melalui pos kapal-kapal dagang Eropa, termasuk ketika singgah di Pulau Ternate antara tanggal 8 Januari 1858 dan 25 Maret 1858, ketika ia terserang malaria memaksakan diri menulis surat dan mengirimkan kepada ilmuwan pujaannya, Charles Darwin di Inggris.

Dalam penjelajahannya di bumi Nusantara ia menemukan sebuah garis imajiner yang membagi flora dan fauna di Indonesia menjadi dua bagian besar. Garis ini dikemudian hari dikenal sebagai Garis Wallace, dimana di satu bagiannya, bentuk flora dan faunanya masih mempunya hubungan dengan flora dan fauna dari Australia dan memiliki ciri-ciri yang sangat mirip. Sedangkan di bagian yang lainnya sangat mirip dengan flora dan fauna dari Asia. Ia dianggap sebagai ahli terkemuka di abad ke-19 dalam bidang penyebaran spesied binatang dan terkadang dikenal sebagai Bapak dari Biogeografi Evolusi, sebuah kajian tentang spesies apa, tinggal dimana dan mengapa. Ia adalah salah seorang dari pemikir revolusioner pada abad ke-19 dan memberikan banyak masukan kepada pembangunan "teori evolusi" selain juga salah seorang penemu dari "teori seleksi alam". Termasuk didalamnya adalah konsep keanekaragaman warna dalam dunia fauna, dan juga "Efek Wallace", sebuah kesimpulan tentang bagaimana seleksi alam dapat memberikan kontribusi pada keanekaragaman fauna.

Surat Wallace dari Ternate kepada Darwin itu kemudian dikenal sebagai Letter from Ternate. Surat itu menjadi terkenal karena disertai makalah yang diberi judul On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitelty from the Original Type. Dari makalah itu, Wallace mengemukakan pemikirannya mengenai proses seleksi alam mempertahankan suatu spesies di dunia. Spesies yang mampu bertahan disebut Wallace sebagai hasil kelangsungan yang terbaik atau yang paling memiliki kemampuan bertahan tidak akan punah.


Itulah kerangka dasar pemahaman seleksi alam yang diletakkan Wallace saat itu. Akhirnya pemikiran itu menunjang teori evolusi yang dipopulerkan Darwin melalui bukunya The Origin of Species tahun 1859, satu tahun setelah penulisan makalah Wallace. Pada tanggal 1 Juli 1858, kawan-kawan Darwin, Charles Lyell dan Joseph Hooker, merekayasa pertemuan ilmiah di Linnean Society dan mendeklarasikan Darwin dan Wallace sebagai penemu dasar evolusi.

Penghargaan, honours, dan memorial
* Beberapa penghargaan yang diterimanya antara lain adalah Order of Merit (1908), the Royal Society's Royal Medal (1868) dan Copley Medal (1908), the Royal Geographical Society's Founder's Medal (1892) dan juga Linnean Society's Gold Medal (1892) serta Darwin-Wallace Medal (1908).

* Terpilih sebagai kepala divisi antropologi dari British Association di tahun 1866.
* Terpilih sebagai ketua dari Perkumpulan Entomological ("Entomological Society") berpusat di London pada tahun 1870.
* Terpilih sebagai ketua bagian biologi dari British Association pada tahun 1876.
* Mendapatkan penghargaan sebagai pensiunan sipil sebesar £200 per tahun, yang merupakan jasa dari Darwin dan Huxley kepada pemerintahan Britania Raya, yang diberikan pada tahun 1881.
* Terpilih sebagai anggota dari Royal Society di tahun 1893.
* Mendapatkan kepercayaan sebagai pemimpin dari the International Congress of Spiritualists (which was meeting in London) di tahun 1898.
* Tahun 1928, sebuah house di Richard Hale School (pada waktu itu dinamakan sebagai Hertford Grammar School) diberi nama Wallace. Ia adalah siswa di sekolah Richard Hale di tahun 1828 – 1836.
* Pada 1 November 1915, sebuah medali dengan namanya terpatri disana, ditempatkan di Westminster Abbey.
* Namanya juga diabadikan sebagai salah satu nama kawah di Mars dan di Bulan.* Sebuah pusat penelitian untuk biodiversity research di Sarawak dinamakan dengan namanya di tahun 2005.

Kamis, 08 Juli 2010

Biografi Fransisco Pizarro

Fransisco Pizarro (± 1475-1541) ini lahir sekitar tahun 1475 di kota Trujillo, Spanyol. Biar buta huruf, dialah orang yang menaklukkan kerajaan Inca di Peru. Seperti halnya Hernando Cortes yang banyak sekali kemiripan dengannya, Pizarro mendarat di Dunia Baru mencari kemasyhuran dan adu nasib. Dari tahun 1502 sampai 1509 Pizarro tinggal di Hispaniola, kepulauan Karibia, di daerah yang kini termasuk Republik Dominika dan Haiti. Tahun 1513 dia menjadi anggota ekspedisi di bawah pimpinan Vasco Nunez de Balboa, yang menemukan Samudera Atlantik.
Tahun 1519 dia menetap di Panama. Dari tahun 1522, tatkala Pizarro menginjak umur empat puluh tujuh tahun, tahulah dia bahwa sebuah kerajaan Inca dari seorang penjelajah Spanyol Pascual de Andagoya yang pernah mengunjunginya. Pizarro, didorong oleh ilham penaklukan Mexico oleh Hernando Cortes, bertekad menaklukkan Kerajaan Inca.

Percobaan pertamanya tahun 1524-1525 mengalami kegagalan dan dua kapalnya terpaksa putar haluan sebelum menjamah Peru. Percobaan keduanya tahun 1526-1528 dia berhasil menjejakkan kaki di pantai Peru dan memboyong pulang emas, llamas, dan orang-orang Indian.

Tahun 1528 dia kembali ke Spanyol. Di sana, tahun berikutnya, Raja Charles V memberi kuasa kepadanya menaklukkan Peru buat kepentingan Spanyol dan memperlengkapinya dengan dana dan segala yang perlu buat ekspedisi itu. Pizarro balik ke Panama dan mempersiapkan ekspedisi. Ekspedisi itu berlayar dari Panama tahun 1531. Waktu itu umur Pizarro sudah masuk lima puluh lima tahun. Kekuatan yang terhimpun dalam ekspedisi itu kurang dari 200 orang sedangkan kerajaan Inca yang akan ditaklukkannya berpenduduk tidak kurang dari enam juta orang!

Pizarro mendarat di Peru tahun berikutnya. Bulan September 1532, hanya dengan membawa 177 orang dan 62 kuda, dia menyerbu masuk daratan. Dengan pasukan yang begitu kecil Pizarro mendaki pegunungan Andes yang menjulang tinggi dengan tujuan kota Cajamarca, kedudukan penguasa Inca-Atahualpa --yang punya kekuatan 14.000 prajurit. Tentara "liliput" Pizarro sampai di Cajamarca bulan Nopember tanggal 15 tahun 1532. Tahun berikutnya, atas permintaan Pizarro, Atahualpa meninggalkan sejumlah besar tentaranya dan hanya dengan dikawal oleh sekitar 5.000 pengikut setianya yang tak bersenjata. datang berunding dengan Pizarro.

Tingkah laku Pizarro membingungkan meskipun selayaknya Atahualpa sudah bisa menangkap gelagatnya. Terhitung sejak orang-orang Spanyol itu menginjakkan kaki di pantai, mereka tanpa tedeng aling-aling sudah menunjukkan maksud jahatnya dan kekasarannya. Oleh sebab itu hampir tak masuk akal apa sebab Atahualpa mengijinkan pasukan Pizarro mendekati Cajamarca tanpa hambatan. Kalau saja orang-orang Indian melabrak Pizarro di jalan jalan sempit lereng gunung yang sudah pasti pasukan kuda Pizarro tak punya daya, pastilah mereka dengan mudah membabat habis orang-orang Spanyol. Sikap Atahualpa sesudah Pizarro sampai di Cajamarca juga amat mengherankan. Menghampiri pasukan yang jelas-jelas ganas sementara dia sendiri tak bersenjata, betul-betul suatu tindakan gegabah dan tolol. Misteri ini makin menjadi-jadi mengingat taktik kebiasaan orang Inca adalah melakukan serangan mendadak.

Pizarro karuan saja tidak menyia-nyiakan peluang emas ini. Dia perintahkan pasukannya melabrak Atahualpa berikut pengawalnya yang tak bersenjata samasekali. Pertempuran --atau lebih tepatnya penjagalan--berlangsung hanya sekitar setengah jam saja. Tak seorang serdadu Spanyol pun terbunuh. Yang terluka justru Pizarro sendiri yang tergores sedikit akibat dia melindungi Atahualpa yang dapat ditangkapnya hidup-hidup.

Strategi Pizarro berjalan sempurna. Kerajaan Inca punya sistem struktur terpusat, semua kekuasaan terpancar dari Inca atau Kaisar yang dianggap sebagai setengah dewa. Dengan tertangkapnya Inca sebagai tawanan, orang-orang Indian tak berdaya menahan serbuan Spanyol. Dengan harapan bisa kiranya memperoleh kemerdekaan kembali, Atahualpa membayar Pizarro sejumlah besar emas serta perak yang harganya mungkin lebih dari $28 juta. Tetapi, hanya dalam beberapa bulan kemudian dia dihukum mati oleh Pizarro. Bulan November tahun 1533, setahun sesudah Atahualpa tertangkap, pasukan Pizarro masuk Cuzco, ibukota Inca, tanpa pertempuran sedikit pun. Di sana, Pizarro mengangkat seorang raja boneka. Tahun 1535 dia menemukan kota Lima yang jadi ibukota Peru.

66. FRANCISCO PIZARRO (± 1475-1541)
Tahun 1536, raja Inca boneka melarikan diri dan memimpin pemberontakan melawan Spanyol terkepung di Lima dan Cuzco. Sesudah itu Spanyol berusaha keras memulihkan pengawasannya atas seluruh negeri di tahun berikutnya, tetapi baru tahun 1572 pemberontakan betul-betul bisa tertumpas. Sesudah itu matilah Pizarro.

Kemerosotan bintang Pizarro mulai tampak ketika orang-orang Spanyol baku hantam sesamanya. Salah seorang teman dekat Pizarro, Diego de Almargo, memberontak di tahun 1537 menuntut Pizarro tidak membagi adil barang rampasan. Almargo ditangkap dan dihukum mati. Tetapi, kematian ini tidaklah menyelesaikan soal. Isyu-isyu tentang ini menyebar terus sehingga di tahun 1541 kelompok pendukung Almargo menyerbu istana Pizarro di Lima dan membunuh pemimpin itu yang usianya sudah enam puluh lima tahun, hanya delapan tahun sejak dia menduduki Cuzco dengan kemenangan gemilang.

Fransisco Pizarro seorang pemberani, percaya kepada diri sendiri, dan kaku. Diukur dari mentalnya, dia seorang beragama, dikabarkan Pizarro tatkala sekarat melukis gambar salib dengan darahnya dan kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya adalah "Yesus". Sebaliknya, dia pun serakah bukan main, kejam, ambisius, dan licik; mungkin penakluk Spanyol yang paling brutal.

Tetapi, kekasaran Pizarro janganlah menutup mata atas kesuksesannya di bidang militer. Ketika tahun 1967 Israel peroleh kemenangan dramatis atas Arab yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding Israel sendiri dan persenjataannya pun lebih lengkap, banyak orang terbengong-bengong. Kemenangan itu betul mengesankan. Tetapi, sejarah penuh dengan kisah kemenangan militer oleh pasukan kecil menghadapi pasukan yang iauh lebih besar. Napoleon dan Alexander Yang Agung berulang kali memenangkan pertempuran melawan musuh yang berlipat lebih besar jumlahnya. Orang-orang Mongol di bawah penakluk Jengis Khan mampu menaklukkan Cina, negeri yang berpenduduk tiga puluh kali lebih besar dari bangsa Mongol.

Tetapi, Pizarro menaklukkan sebuah kerajaan yang berpenduduk lebih dari enam juta hanya dengan pasukan 180 prajurit memang benar-benar suatu kejadian mencengangkan dalam sejarah. Apa yang diperbuatnya itu lebih hebat dari Cortes yang dengan 800 prajurit menaklukkan negeri yang berpenduduk sekitar lima juta. Bahkan, mungkinkah Jengis Khan atau Alexander Yang Agung mengungguli Pizarro? Saya ragu, karena mereka tidak punya kenekadan melakukan penaklukan gila-gilaan seperti itu.

Tetapi, tentu orang bisa saja bertanya: bukankah Spanyol punya senjata api yang membantu keunggulan taktiknya? Sama sekali tidak. Arquebuses, senjata api primitif masa itu yang cuma punya daya tembak jarak pendek dan memerlukan banyak waktu mengisi mesiunya. Kendati memang menimbulkan suara yang menakutkan, sebenarnya senjata macam begitu masih kalah ampuh ketimbang panah yang bagus. Pada suatu saat tatkala Pizarro menerobos masuk Cajamarca, cuma tiga prajuritnya yang genggam senjata api arquebuses dan tak lebih dari dua puluh punya busur berikut anak panahnya. Umumnya orang-orang Indian terbunuh dengan senjata konvensional seperti pedang dan tombak. Selain cuma memiliki sedikit kuda dan senjata api, jelas sekali orang-orang Spanyol melibatkan diri dalam konflik dalam posisi yang secara militer amat tidak menguntungkan. Adalah kepemimpinan dan tekad baja dan bukannya senjata yang menjadi faktor utama kemenangan Spanyol. Tentu saja, nasib baik memang berpihak pada Pizarro tetapi seperti kata pepatah "Keberuntungan senantiasa berada pada pihak yang berani."

Fransisco Pizarro dikecam oleh beberapa penulis tak ubahnya sebagai seorang jagal yang beringas. Andaikata toh begitu, dia termasuk sedikit dari jagal-jagal yang punya pengaruh dalam sejarah. Kerajaan yang ditumbangkannya menguasai daerah seluas Peru dan Ecuador sekarang, begitu juga separoh dari bagian utara Chili dan sebagian Bolivia. Penduduknya sedikit lebih banyak dari sisa penduduk seluruh Amerika Selatan digabung jadi satu. Sebagai akibat penaklukan Pizarro agama dan kebudayaan Spanyol tertanam di seluruh daerah. Lebih jauh dari itu, sesudah jatuhnya kerajaan Inca, tak satu pun bagian Amerika Selatan lain yang mampu bertahan terhadap penaklukan bangsa Eropa. Berjuta-juta bangsa Indian masih berdiam di Amerika Selatan, tetapi di sebagian besar benua itu orang-orang Indian tak pernah lagi bisa pegang peranan politik. Bahasa Eropa, agamanya, kebudayaannya, tetap dominan.

Cortes dan Pizarro, masing-masing cuma memimpin pasukan kecil, berhasil dengan cepat menumbangkan kerajaan Aztec dan Inca. Peristiwa ini membikin banyak orang memperhitungkan bahwa penaklukan Mexico dan Peru oleh orang-orang Eropa tak bisa dicegah lagi. Kenyataannya, kerajaan Aztec tak punya kesempatan mempertahankan kemerdekaannya. Letak kedudukan (dekat Teluk Mexico dan tak berjauhan dari Kuba) terbuka buat penyerangan bangsa Eropa. Bahkan andaikata pun Aztec berhasil memukul pasukan Cortes yang kecil itu, tentara Spanyol dalam jumlah yang lebih besar pasti segera akan datang menyusul.

Kerajaan Inca, di lain pihak, punya posisi bertahan yang lebih menguntungkan. Satu-satunya perbatasan samudera hanyalah Pasifik yang lebih sulit dimasuki ketimbang Atlantik. Inca punya tentara berjumlah besar, berpenduduk banyak dan terorganisir rapi. Lebih dari itu medan Peru tak rata dan bergunung-gunung, dan di banyak bagian dunia, kekuatan kolonial Eropa biasanya menghadapi kesulitan menaklukkan daerah pegunungan. Bahkan di akhir abad ke-19 sewaktu persenjataan Eropa jauh lebih maju dibanding yang mereka miliki di abad ke-16, percobaan Italia menaklukkan Ethiopia tidak berhasil. Hal serupa menimpa juga Inggris yang nyaris menghadapi kesulitan tak habis-habisnya menghadapi suku-suku di pegunungan barat laut perbatasan India. Dan orang-orang Eropa tak pernah mampu menjajah negeri berpegunungan seperti Nepal, Afganistan dan Iran. Kalau saja penaklukan Pizarro gagal, dan kalau saja orang Inca punya sedikit pengetahuan tentang persenjataan dan taktik orang Eropa, mereka akan mampu melawan kekuatan Eropa yang datang belakangan. Sedangkan dalam keadaan seperti begitu, Spanyol memerlukan waktu tiga puluh enam tahun menumpas pemberontakan orang Indian di tahun 1536, kendati orang Indian cuma memiliki sedikit senjata api dan tak pemah sanggup menghimpun lebih dari pasukan-pasukan kecil sebelum penaklukan Pizarro. Spanyol akan dapat menaklukkan Kerajaan Inca bahkan tanpa Pizarro sekalipun, tetapi perkiraan itu tampaknya jauh dari pasti.

Jadi Pizarro ditempatkan sedikit lebih tinggi daripada Cortes dalam daftar urutan buku ini. Cortes mendorong lajunya sejarah, Pizarro mungkin sekali mengubah jalan arusnya.

Biografi Edward Jenner (1749-1823)

Jenner dilahirkan tahun 1749, di kota kecil Berkeley di Cloucestershire, Inggris. Selaku bocah berumur dua belas tahun dia sudah magang jadi ahli bedah. Kemudian dia belajar anatomi dan bekerja di rumah sakit. Tahun 1792 dia peroleh ijazah dokter dari Universitas St. Andrew. Di usia pertengahan empat puluhan dia sudah jadi dokter yang berbobot dan ahli bedah di Goncestershire.

Jenner sudah terbiasa dengan kepercayaan --yang umum dianut oleh para petani dan wanita pemerah susu di daerahnya-- bahwa orang yang kehinggapan penyakit "cacar sapi" semacam penyakit ternak ringan yang bisa menular kepada manusia, tak akan pernah tertimpa penyakit cacar. ("cacar sapi" itu sendiri tidak berbahaya, meskipun gejala-gejalanya mirip dengan cacar biasa). Jenner menyadari, bilamana kepercayaan para petani itu mengandung kebenaran, maka menyuntikkan "cacar sapi" ke tubuh manusia akan merupakan cara yang aman untuk membuat mereka kebal terhadap cacar. Dia pelajari dengan seksama masalah ini, dan menjelang tahun 1796 dia betul-betul yakin bahwa kepercayaan para petani itu memang ternyata tidak meleset. Maka Jenner memutuskan mencobanya secara langsung.

Di bulan Mei 1796 Jenner menyuntik James Phipps, seorang bocah lelaki berumur delapan tahun dengan sesuatu yang diambil dari bintik penyakit "cacar sapi" yang ada di tangan seorang pemerah susu. Sebagaimana memang diharapkan, bocah kecil itu kehinggapan "cacar sapi" tetapi segera sembuh. Beberapa minggu kemudian, Jenner menyuntikkan Phipps serum cacar. Dan sebagaimana diharapkan pada bocah itu tak tampak tanda-tanda penyakit.

Sesudah melakukan penyelidikan bebih mendalam, Jenner memperkenalkan hasil-hasil usahanya lewat sebuah buku tipis berjudul An Inquiry into the Causes and Effects of the Variolae Vaccinae, diterbitkannya secara pribadi tahun 1798. Buku itulah yang jadi penyebab diterimanya vaksinasi secara umum dan berkembang luas. Sesudah itu Jenner menulis lima artikel lagi mengenai soal vaksinasi, dan bertahun-tahun dia mengabdikan waktunya menyebarluaskan pengetahuan tentang tekniknya dan kerja keras agar dapat diterima orang.

Praktek vaksinasi berkembang cepat di Inggris, kemudian menjadi hal yang diharuskan dalam kalangan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Inggris. Dan berbarengan dengan itu diterima pula oleh sebagian besar negeri-negeri di dunia.

Jenner dengan cuma-cuma mempersembahkan tekniknya kepada dunia dan tak berusaha sedikit pun peroleh keuntungan uang dari itu. Tetapi, di tahun 1802 parlemen Inggris sebagai tanda terimakasih dan penghargaan menghadiahkannya uang sejumlah 20.000 pond. Maka Jenner pun menjadi orang yang tennasyhur di jagad, dibanjiri rupa-rupa penghormatan dan medali. Jenner kawin dan punya tiga anak. Dia hidup hingga umur 73 tahun, meninggal dunia di awal taliun 1823 di rumahnya di kota Berkeley.

Seperti kita saksikan, Jenner menciptakan sendiri gagasan bahwa serangan penyakit "cacar sapi" dapat memberikan kekebalan terhadap cacar; dia dengar masalah itu dari orang lain. Dan juga ada bukti menunjukkan bahwa sudah ada yang melakukan vaksinasi "cacar sapi" sebelum Jenner melakukannya.

Tetapi, kendati Jenner bukanlah seorang ilmuwan orisinal yang luar biasa, tidak banyak orang yang sudah melakukan sesuatu yang begitu besar membawa manfaat bagi kemanusiaan. Melalui penyelidikan-penyelidikannya, percobaan-percobaannya, dan tulisan-tulisannya, dia salurkan dan alihkan kepercayaan rakyat awam yang tadinya tidak diperhatikan secara serius oleh dunia pengobatan, menjadi praktek baku yang telah menyelamatkan jutaan nyawa manusia. Meskipun teknik Jenner hanya bisa dipakai untuk mencegah satu jenis penyakit, tetapi penyakit itu betul-betul penyakit yang punya bobot bahaya. Berkat hasil kerja itu dia peroleh puji dan penghormatan, baik pada masanya maupun oleh generasi sesudahnya.

Senin, 05 Juli 2010

Organ, Sistem Organ, Fungsi Serta Macam Sistem Tubuh Manusia

Organ adalah kumpulan dari beberapa jaringan untuk melakukan fungsi tertentu di dalam tubuh sedangkan sistem tubuh adalah gabungan dari organ-organ tubuh yang menjalankan fungsi tertentu.

Macam-Macam Dan Jenis-Jenis Sistem Pada Tubuh Manusia.
1. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi berfungsi untuk memindahkan hasil metabolisme yang sudah tidak diperlukan ke luar tubuh sehingga sel-sel tubuh dapat menjaga keseimbangannya terhadap lingkungan. Terdiri atas ginjal, paru-paru (karbon dioksida), hati (racun) dan kulit (keringat).

2. Sistem Pernapasan / Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan adalah sistem yang memiliki fungsi untuk mengambil oksigen, menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida ke luar tubuh. Terdiri dari hidung, faring, laring, trakea / trakhea, bronki dan paru-paru.

3. Sistem Pencernaan
Sistem perncernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan proses makanan sehingga dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisika maupun secara kimia. Terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, rektum, hati dan pankreas.

4. Sistem Peredaran / Transportasi
Sistem peredaran atau sistem transportasi adalah sistem yang memiliki fungsi untuk menjaga tubuh dari penyakit, menyebar sari makanan dan oksigen ke seluruh tubuh serta mengangkut zat-zat sisa ke luar tubuh. Terdiri atas jantung, pembuluh arteri, pembuluh vena, pembuluh kapiler, pembuluh getah bening (limfatik) dan kelenjar limfe.

5. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang biak. Terdiri dari testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya.

6. Sistem Otot
Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fugnsi seperti untuk alat gerak, menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh. Terdiri atas otot polos, otot jantung dan otot rangka.

7. Sistem Syaraf/ Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem yang memiliki fungsi untuk menerima dan merespon rangsangan. Terdiri dari otak, saraf tulang belakang, simpul-simpul syaraf dan serabut syaraf.

8. Sistem Endoktrin
Sistem endoktrin adalah sistem yang berfungsi untuk memproduksi hormon yang mengatur aktivitas tubuh. Terdiri atas kelenjar tiroid, kelenjar hipofisa/putuitari, kelenjar pankreas, kelenjar kelamin, kelenjar suprarenal, kelenjar paratiroid dan kelenjar buntu.

9. Sistem Rangka
Sistem adalah sistem yang memiliki fungsi untuk menyimpan bahan mineral, tempat pembentukan sel darah, tempat melekatnya otot rangka, melindungi tubuh yang lunak dan menunjang tubuh. Terdiri dari tengkorak, tulang rusuk, tulang belakang, rangka penopang tulang bahu, rangka penopang tulang pinggul, tulang angota badan atas dan bawah.

Minggu, 04 Juli 2010

Integral

Pernahkah kalian melihat baling-baling pesawat? Bagaimanakah bentuknya? Ketika pesawat hendak mengudara, baling-baling pesawat akan berputar dengan kecepatan tinggi. Bagaimanakah bentuk baling-baling itu saat berputar ? Saat baling-baling berputar, kalian akan mengamati sebuah bentuk seperti lingkaran. Dapatkah kalian mengetahui luas lingkaran yang terbentuk dari perputaran baling-baling itu? Dengan menggunakan integral, kalian akan dapat mengetahuinya.

A. KONSEP TURUNAN
Di Kelas XI, kalian telah mempelajari konsep turunan. Pemahaman tentang konsep turunan ini dapat kalian gunakan untuk memahami konsep integral. Untuk itu, coba tentukan turunan fungsi-fungsi berikut.



B. INTEGRAL TAK TENTU

Sehingga kalian dapat memandang integral tak tentu sebagai wakil keseluruhan keluarga fungsi (satu antiturunan untuk setiap nilai konstanta c). Pengertian tersebut dapat digunakan untuk membuktikan teorema- teorema berikut yang akan membantu dalam pengerjaan hitung integral.




1. Aturan Integral Substitusi
Aturan integral substitusi seperti yang tertulis di Teorema 5. Aturan ini digunakan untuk memecahkan masalah pengintegralan yang tidak dapat diselesaikan dengan rumus-rumus dasar yang sudah dipelajari.
2. Aturan Integral Substitusi Trigonometri

Pengertian dan Penjelasan Shalat Sunat Tahajud, Dhuha, Istikhoroh, Tasbih, Taubat, Hajat, Safar

Persamaan Kata :
Shalat = Salat = Sholat = Solat
Sunat = Sunah
Tahajud = Tahajjud
Dhuha = Duha
Istikharah = Istikhoroh = Istikoroh
Safar = Shafar

Pada artikel ini akan dijelaskan pengertian shalat tahajud
1. Shalat Sunat Tahajud
Shalat sunat tahajud adalah shalat yang dikerjakan pada waktu tengah malam di antara shalat isya dan Shalat shubuh setelah bangun tidur. Jumlah rokaat shalat tahajud minimal dua rokaat hingga tidak terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat al ikhlas, surat al falaq dan surat an nas.

2. Shalat Sunat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunat yang dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu salam setiap du roka'at. Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat melakukan sholat dhuha sebaiknya membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.

3. Shalat Sunat Istikhoroh
Shalat istikhoroh adalah shalat yang tujuannya adalah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan :
- memilih jodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunat, sodakoh, zikir, dan amalan baik lainnya.

4. Shalat Sunat Tasbih
Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jika shalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.

5. Shalat Sunat Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat dibarengi dengan puasa, sodaqoh dan sholat.

6. Shalat Sunat Hajat
Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan oleh Allah SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal duabelas bisa kapan sajadengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.

7. Shalat Sunat Safar
Shalat safar adalah solat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.

content top